Wednesday, July 30, 2025

The Big Four, Indonesian Navy

World Directory Of Modern Military Warship (WDMMW) belum lama ini mempublikasikan ranking kekuatan angkatan laut seluruh dunia tahun 2025. Angkatan Laut Indonesia ternyata berada di ranking 4 besar dunia setelah AS, China dan Rusia. Dalam catatan WDMMW aset kapal perang TNI AL berjumlah 245 denganTrue Value Rating (TVR) 137,3 poin. TVR adalah akumulasi penilaian dari kuantitas dan kualitas kapal perang, modernisasi, pertumbuhan kapal perang, dukungan logistik, dukungan industri pertahanan, kemampuan serang, interoperablitas dan pengalaman angkatan laut. Ranking dibawah Indonesian Navy berurutan masuk 10 besar adalah Korsel, Jepang, India, Perancis, Inggris, Turki. Sementara di kawasan geopolitik kita Australia ada di urutan 20, Thailand 21, Singapura 24, Filipina 30 dan Malaysia 32.

Banyak kalangan netizen forum militer yang under estimate dengan posisi 4 besar TNI AL ini. Sama halnya dengan publikasi pemeringkatan kekuatan militer Indonesia oleh Global Fire Power (GFP). Peringkat kekuatan militer Indonesia menurut GFP tahun 2025 ada di urutan 13 besar dunia, nomor satu di ASEAN dan Australia. Ketika GFP menerbitkan dinamika ranking sejak 5 tahun yang lalu, netizen forum militer Indonesia "mentertawakan" dan tidak percaya. Padahal indikator dan kriteria yang dipergunakan GFP untuk menentukan ranking sangat kompleks, tidak hanya soal kepemilikan alutsista AD, AL dan AU. Ketidakpercayaan ini sangat mungkin berangkat dari mindset persepsi dan perspektif  tentang keunggulan kepemilikan aset alutsista canggih Australia dan Singapura. Soal kepemilikan alutsista canggih dua jiran ini adalah fakta. Namun penilaian GFP adalah menggabungkan berbagai indikator penguat komprehensif. Dan menempatkan komponen alutsista sebagai bagian dari kekuatan militer sebuah negara.

Dalam perspektif mindset sebagian netizen kekuatan alutsista adalah segalanya. Sementara GFP mengukurnya dari belasan indikator selain alutsista. Seperti jumlah pasukan, komponen cadangan, jumlah populasi, geografi, luas teritori, kekuatan sumber daya alam gas dan minyak bumi, anggaran pertahanan, purchase power, labour force, infrastruktur airport dan pelabuhan, gross domestic product dan lain lain. Indikator ini sesungguhnya menunjukkan bahwa kekuatan militer bagian dari kekuatan pertahanan dan ketahanan nasional sebuah negara. Barulah setelah kementerian pertahanan Indonesia memakai data GFP sebagai salah satu rujukan, penetapan ranking kekuatan militer Indonesia dari GFP tidak lagi diributkan netizen forum militer.

Dalam pandangan kita penilaian The Big Four Indonesian Navy oleh WDMMW adalah proporsional dan wajar. Terlepas dari berbagai komentar "tak yakin" dari sebagian netizen. Salah satu penilaian TVR WDMMW dalam penentuan ranking adalah pembuktian kemampuan sebuah negara memodernisasi dan menambah kapal perang. Indonesia mendapat kredit poin untuk dua kriteria ini. Sementara banyak negara lain yang punya nama besar seperti Inggris, Perancis, Jepang, India relatif stagnan dalam pertumbuhan kapal perangnya. 

Dalam program MEF (minimum essential force) TNI tahun 2010-2024, TNI AL berhasil menambah sedikitnya 70 kapal perang berbagai jenis. Seperti 6 kapal cepat rudal produk PT PAL, 9 kapal cepat rudal produk swasta nasional, 25 kapal patroli cepat produk swasta nasional, 4 kapal tanker produk swasta nasional, 3 kapal LPD (landing platform dock) produk PT PAL, 14 kapal LST (landing ship tank) produk swasta nasional. Ada lagi 3 kapal selam Nagapasa Class produk transfer teknologi Korsel DSME dan PT PAL, 2 korvet Martadinata Class kerjasama Belanda DSNS dan PT PAL. Pengadaan utuh dari luar negeri yaitu 3 light frigate Bung Tomo Class dari Inggris, 2 kapal intelijen bawah air Rigel Class dari Perancis dan 2 kapal penghancur ranjau Pulau Fani Class dari Jerman. 

Yang terbaru produk swasta dalam negeri adalah korvet KRI Bung Karno, KRI Bung Hatta, KRI Raja Ali Fisabilillah dan KRI Lukas Rumkoren. Sementara PT PAL saat ini sedang membangun 2 heavy frigate Merah Putih panjang 140 meter. Dan sedang mempersiapkan pembangunan 2 kapal selam Scorpene kerjasama transfer teknologi dengan Naval Group Perancis. Dari Fincantieri Italia kita beli barang yang sudah jadi dan sedang dalam perjalanan ke Indonesia. Adalah kapal perang terbesar dan tercanggih di ASEAN yang durasi waktu belinya hanya 2 tahun. Yaitu heavy frigate KRI Brawijaya dan KRI Prabu Siliwangi. Dari Turkiye sedang berproses pembangunan 2 kapal serang cepat full combat pesanan Indonesia dan 2 kapal perang frigate Milgem Istif Class. 2 frigate ini awalnya juga untuk AL Turkiye, namun dengan kerjasama pertahanan RI-Turkiye dan lobby bisnis, 2 frigate ini dialihkan untuk Indonesia. Luar biasa program extra ordinary kementerian pertahanan Indonesia untuk percepatan perolehan aset investasi pertahanan.

Dukungan industri pertahanan maritim dalam negeri baik BUMN dan swasta nasional sangat berperan untuk menambah kekuatan armada tempur TNI AL. Ini bagian dari penilaian WDMMW dalam menentukan ranking Navy Power Indonesia. Penambahan lebih dari 70 KRI, dua pertiganya adalah produk industri pertahanan maritim nasional. PT PAL sebagai BUMN strategis dan galangan kapal swasta nasional mendominasi pembangunan puluhan kapal perang berbagai jenis untuk TNI AL selama program MEF tahun 2010-2024. 

Program modernisasi 41 kapal perang TNI AL berbagai jenis dilaksanakan secara paralel. Mulai dari repowering, pembaharuan CMS, radar dan persenjataan. PT PAL ditunjuk menjadi lead integrator upgrade 41 KRI. Bersama beberapa galangan kapal swasta nasional melakukan refurbishment dan modernisasi 41 KRI secara paralel. Kabar terakhir menyebut bahwa PT PAL bekerjasama dengan Roketsan Turki akan mempersenjatai KRI striking force 3 KRI Fatahillah Class dan 12 KRI Patimura Class dengan peluru kendali anti kapal permukaan SSM Atmaca buatan Turkiye. Ini adalah bagian dari program R41, (refurbishment 41 KRI eksisting).

Galangan kapal swasta nasional yang berada di Batam, Banten, Jakarta, Bekasi, Lampung dan Banyuwangi selama program MEF diberi kepercayaan pemerintah membangun puluhan KRI. Terbukti sukses dengan beroperasinya kapal perang berbagai jenis buatan anak negeri. Dan berlanjut sampai sekarang. Industri pertahanan maritim Indonesia saat ini mampu berkibar mekar untuk menguatkan armada TNI AL. Sebuah prestasi yang pantas diapresiasi. Seluruh galangan kapal swasta ini menjadi bagian dari industri pertahanan maritim nasional yang bersama BUMN strategis PT PAL akan terus berkarya dan berinovasi. Prestasi ini jelas memberikan nilai tambah untuk penentuan ranking Indonesian Navy.

Saat ini Interoperabilitas komunikasi taktikal dan pertukaran data antar KRI dengan platform combat management system (CMS) yang berbeda sudah bisa saling bertukar data secara real time. Interoperabilitas adalah sebuah keharusan mutlak dalam manajemen pertempuran modern. Uji pertukaran data melalui Link Id produk PT (Persero) LEN  Indonesia sukses berinterkoneksi antara KRI Halasan dan KRI Belati. Untuk keseluruhan matra, TNI sudah memiliki format perangkat kesisteman network centric warfare (NCW) produk Scytalys Yunani. Ini adalah perangkat sistem pertahanan yang terintegrasi antara TNI AD, TNI AL, TNI AU yang disebut dengan C4ISR (command, controle, communication, computer, intelligence, surveilance and reconnaissance).

Berbagai pencapaian telah diperoleh Angkatan Laut Indonesia sepanjang lima belas tahun terakhir ini. Penilaian ranking yang dilakukan WDMMW untuk TNI AL bukan sesuatu yang berlebihan berdasarkan kriteria TVR. Indonesia sejauh ini mendapat predikat itu karena program strategis MEF dan pemberdayaan industri pertahanan maritim nasional. TNI AL akan terus mengembangkan kekuatannya untuk memastikan seluruh perairan republik kepulauan ini berada dalam kontrol penuh. Untuk mendukung program Indonesia Emas, TNI AL sedang mempersiapkan visi dan misi besar. Yaitu menuju kekuatan regionality deterrent. Kita sepaham karena teritori perairan negeri ini sangat luas. ALKI nya strategis, kaya sumber daya energi fosil. Dinamika konflik kawasan saat ini dan kedepan juga perlu diantisipasi. Lebih dari itu semboyan Jalesveva Jayamahe TNI AL sesungguhnya adalah jatidiri bangsa besar ini. Di laut kita jaya karena kita bangsa pelaut di negeri kepulauan terbesar di dunia.

****

Jagarin Pane / 29 Juli 2025


Friday, July 18, 2025

Urgensi Percepatan Investasi Pertahanan

Sepanjang tahun 2025 ini pemberitaan tentang belanja alutsista Indonesia sangat intens dan menggebu. Berbagai informasi tentang belanja investasi pertahanan Indonesia menggema luas. Misalnya pengadaan ratusan drone, peluru kendali dan 2 kapal cepat rudal dari Turkiye, rencana penambahan jet tempur Rafale, artileri Nexter dan kapal selam Scorpene dari Perancis. Kemudian kepastian lanjutan program jet tempur KFX/IFX bersama Korsel, dengan rencana produksi 48 unit untuk TNI AU. Dari Indo Defence yang digelar di JIExpo Kemayoran Jakarta tanggal 11-14 Juni 2025 berbagai kesepakatan  bisnis alutsista terlihat dengan terang benderang. 

Yang bernuansa spektakuler dalam pergelaran Indo Defence ini adalah MOU pengadaan 48 unit jet tempur gen 5 KAAN buatan Turkiye untuk Indonesia. Gemanya meluas ke seantero dunia karena Presiden Turkiye Recep Tayyip Erdogan ikut mempublikasikannya. Dia merasa bangga dan bergembira dengan kesepakatan bisnis alutsista terbesar. Sebenarnya ini adalah format bahasa marketing komunikasi produsen alutsista sebagai publikasi unjuk performansi untuk membangun image merek. Kunci kepastian pengadaan alutsista adalah sign kontrak efektif dan bayar DP seperti kontrak 42 jet tempur Rafale.

Sama halnya dulu ketika India naksir Rafale Perancis. Lalu ada publikasi dari Dassault bahwa India akan memborong seratusan jet tempur Rafale. Nyatanya sampai hari ini hanya 36 Rafale yang menjadi aset angkatan udara India. Termasuk ada kabar kaget belum lama ini bahwa Indonesia akan membeli 42 jet tempur J10 Chengdu bekas dari China yang lagi naik daun karena mampu menjatuhkan Rafale India. Dalam bahasa marketing intelligence bisa saja publikasi ini untuk menguatkan pamor Chengdu yang sedang mencari ceruk pasar. Apalagi sedang menguat pamornya pada pertempuran India Pakistan baru-baru ini.

Dunia kita saat ini sedang tidak baik-baik saja. Sedang berada dalam proses transisi perubahan tatanan dunia dari unipolar ke multipolar. Selama 45 tahun lebih sejak perang dunia kedua usai, dunia berada dalam tatanan bipolar blok barat dan blok timur. Keduanya saling berhadapan dengan menggelar kekuatan militer besar yaitu NATO dan Pakta Warsawa. 35 tahun kemudian sejak Pakta Warsawa dan Uni Sovyet bubar tatanan dunia berubah menjadi unipolar. Dengan dominasi dan hegemoni AS bersama NATO. Mereka menguasai "tatakrama dan perilaku" berdasarkan cara pandang mereka. Perang Teluk jilid satu dan dua, serbuan ke Libya dan Afghanistan adalah simbol hegemoni dan arogansi AS bersama NATO berdasarkan pembenaran argumen versi barat. Kemudian China muncul sebagai kekuatan ekonomi dan militer raksasa. Lalu terbentuk kerjasana ekonomi BRICS, diikuti terbentuknya Aliansi Strategis Rusia, China, Iran dan Korea Utara. Menyusul hadir Pakta Aukus sebagai NATO nya Indo Pasifik.

Transisi tatanan dunia, dinamika kawasan, luasnya wilayah tanah air yang kaya sumber daya alam, posisi geostrategis dan geopolitik Indonesia termasuk perebutan sumber daya alam adalah pemicu percepatan penguatan investasi pertahanan Indonesia. Kekuatan pertahanan Indonesia saat ini baru sampai pada kriteria minimalis. Limabelas tahun program MEF TNI sejak tahun 2010 telah menghasilkan pertumbuhan kekuatan alutsista pengawal republik yang signifikan. Meski baru masuk kriteria minimal. Dan saat ini kita sedang mengupayakan pertumbuhan investasi pertahanan secara extraordinary agar mampu secepatnya memberikan daya tangkal kekuatan pertahanan yang setara dengan dinamika konflik kawasan dan luasnya wilayah teritori kita.

Berbagai parameter dinamika kawasan berpotensi menjadi konflik dan perang terbuka. Termasuk berbagai contoh pertempuran di berbagai kawasan dan perkembangan teknologi alutsista. Maka percepatan untuk belanja investasi pertahanan negeri ini sangat diperlukan. Kita cermati pertumbuhan satuan tempur dan teritorial yang nyaris tak berkembang selama 50 tahun. Maka perlu pengembangan. Jumlah batalyon TNI AD misalnya hanya bertambah hitungan jari selama beberapa dekade ini. Batalyon artileri, arhanud, dan kavaleri TNI AD masih sangat kurang jika dibandingkan dengan luasnya wilayah. Air Defence System (ADS) kita perlu penguatan prioritas. Utamanya untuk lapis kedua infrastruktur satuan tembak peluru kendali surface to air jarak menengah.

Penambahan 100 batalyon teritorial TNI AD adalah bagian dari upaya untuk memastikan coverage kontrol pertahanan darat secara merata. Indonesia adalah negara kepulauan. Manajemen pertahanan internal pulau adalah bagian dari strategi pertahanan komprehensif bersama matra laut dan udara. Perkuatan matra udara dan laut adalah untuk memenuhi kriteria pre emptive strike. Doktrinnya berani masuk digebuk. Kalau sudah terlanjur masuk, matra darat yang akan menggebuk. Penambahan 100 batalyon teritorial TNI AD ini juga dalam upaya membangunkembangkan manajemen ketahanan pangan yang sedang diprioritaskan pemerintah. Kita ketahui pemerintah saat ini sedang berupaya untuk mencapai ketahanan pangan sebagai bagian dari kedaulatan pangan. Kementerian pertanian dan pertahanan bersinergi untuk percepatannya.

Manajemen tentara adalah manajemen komando. Perintah untuk ekstensifikasi dan intensifikasi lahan pertanian dan target yang ingin dicapai adalah "perintah tempur" yang harus dilaksanakan dan wajib terlaksana. Tugas ini masih berada dalam teritori operasi militer selain perang (OMSP) sesuai UU TNI. Dengan argumentasi ini kita meyakini program swasembada pangan bisa tercapai, dengan perekrutan sdm tentara yang disiplin dan sdm pertanian yang profesional. Saat ini Indonesia berhasil dengan program swasembada beras hanya dalam waktu 6 bulan sejak Nopember 2024. Sebuah prestasi yang patut diapresiasi. Perintah dan rantai komando Presiden, bersama kualitas seorang Menteri Pertanian dan Wamennya terbukti menghasilkan kinerja cemerlang.

Harus diakui bahwa sampai saat ini manajemen pertahanan kita belum kuat, masih minimalis. Sementara dinamika konflik dan pertempuran terjadi di berbagai kawasan. Tidak ada yang bisa menjamin bahwa di tahun-tahun mendatang tidak ada perang. Di Indo Pasifik ada Pakta AUKUS untuk melawan China. Panmunjom Korea, Nine Dash Line, dan Taiwan adalah hotspot bisul yang bisa meletus menjadi pertempuran hebat. Thailand dan Kamboja yang bukan hotspot, tiba-tiba saja bertempur oleh sebuah sebab perselisihan perbatasan. Padahal sesama anggota ASEAN, mestinya bisa dirundingkan sesuai karakter ASEAN. Pertempuran Thailand-Kamboja adalah contoh terkini bahwa konflik terbuka bisa terjadi dimana saja dan kapan saja.

Perkuatan alutsista dan pengembangan organisasi militer Indonesia saat ini adalah sebuah kenicayaan. Dalam waktu dekat Kopassus TNI AD, Kopasgat TNI AU , Kormar TNI AL akan dipimpin panglima bintang tiga. Lantamal akan menjadi Komando Daerah Angkatan Laut (Kodaeral). Beberapa Air Force Base menjadi kelas A seperti Soewondo AFB Polonia Medan. Lima Kodam baru segera diresmikan. Yaitu Kodam XIX Tuanku Tambusai untuk provinsi Riau dan Riau Kepulauan. Kodam XX Radin Inten untuk provinsi Lampung dan Bengkulu. Kodam XXI Tambun Bungai untuk provinsi Kalsel dan Kalteng. Kodam XXII Tadulako untuk provinsi Sulteng dan Sulbar. Kodam XXIII Mandala Trikora untuk provinsi Papua Selatan. Penambahan Kodam ini selaras dengan penambahan 100 batalyon teritorial TNI AD. Sementara itu batalyon Armed Roket dan batalyon Kavaleri juga akan ditambah.

Investasi pertahanan adalah amanat konstitusi. Sejalan dengan pertumbuhan ekonomi kesejahteraan yang semakin meningkat, investasi pertahanan adalah bagian dari derap langkah yang seiring sejalan. Pertumbuhan ekonomi menghasilkan pertumbuhan GDP dan GNP. Perjalanan pertumbuhan kesejahteraan harus berada dalam payung perlindungan yang kuat dengan investasi pertahanan. Semuanya bermuara pada eksistensi dan keberlangsungan perjalanan bangsa. Kekuatan militer yang kita kembangkan adalah untuk memastikan bahwa wilayah teritori NKRI berada dalam genggaman manajemen pertahanan yang tangguh, modern dan bermarwah. Genggaman ini sejatinya adalah untuk memberikan jaminan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan. Bukankah dua hal ini yang menjadi bagian dari tujuan kita bernegara?

****

Jagarin Pane, 18 Juli 2025


Sunday, June 29, 2025

Detente Di Ambalat

Sempat bertanya dalam hati untuk apa PM Malaysia Anwar Ibrahim melakukan kunjungan kenegaraan singkat sehari ke Jakarta Jumat tanggal 27 Juni 2025. Karena belum sebulan Presiden Prabowo berkunjung ke Kuala Lumpur menghadiri KTT ASEAN. Termasuk kunjungan Prabowo ke Malaysia tanggal 9 Januari 2025, tanggal 27 Januari 2025 dan tanggal  6 April 2025. Sementara PM Anwar Ibrahim sebelumnya ikut menyaksikan pelantikan Presiden Prabowo di gedung DPR / MPR Jakarta Oktober tahun lalu. Dari konferensi pers kemudian baru diketahui ternyata ada kesepakatan diplomatik strategis antara kedua negara serumpun. Perairan Blok Ambalat yang menjadi sengketa di perbatasan kedua negara di Kalimantan Utara dan Sabah, akan dikelola bersama dalam eksplorasi dan eksploitasi sumber daya energi fosil.

Kesepakatan diplomatik tingkat tinggi kedua negara ditengah dinamika geopolitik kawasan yang mudah meledak saat ini, dalam perspektif kita menjadi cara pandang relaksasi, untuk meredakan ketegangan. Dalam perang dingin era NATO vs Pakta Warsawa dikenal dengan istilah detente. Kesepakatan ini mungkin saja bisa menular ke negara anggota ASEAN lainnya seperti Thailand dan Kamboja yang bersitegang perbatasan di Aranyaprathet. Sebagaimana diketahui perairan Ambalat menjadi sengketa tumpang tindih zona ekonomi eksklusif (ZEE) kedua negara. Saat ini secara defacto militer Indonesia mengontrol penuh perairan laut dalam ini dengan pengerahan 4-5 KRI sepanjang tahun, patroli udara, UAV dan pasukan marinir. Termasuk sering melakukan latihan militer gabungan terintegrasi.

Kilas balik selama dua puluh tahun terakhir ini ketika konflik Ambalat mulai memanas bisa menjadi catatan sejarah. Kesimpulannya adalah kita bertetangga dengan jiran yang arogan manakala alutsista kita belum memadai. Adalah jiran sebelah yang merasa diatas angin dengan lepasnya Sipadan dan Ligitan dari Indonesia melalui Mahkamah Internasional akhir tahun 2002 di Den Haag. Kemudian melakukan show of force, unjuk kekuatan militer dan provokasi. Pada saat yang sama kekuatan alutsista kita utamanya kekuatan udara kalah jumlah dan kalah kualitas. Kondisi ini diperparah dengan embargo alutsista dari AS dan Inggris. Juga bencana tsunami dahsyat di Aceh yang memerlukan perhatian serius. Termasuk kondisi ekonomi yang belum pulih sejak krisis keuangan tahun 1998 yang berakhir dengan pergantian pemerintahan.

Malaysia yang saat itu punya kekuatan matra udara dengan 18 jet tempur Sukhoi, 18 Mig 29, 8 Hornet, 16 F5E Tiger dsn 32 Hawk merasa lebih superior dari Indonesia. Ketika 4 pesawat baling-baling  OV10 Bronco TNI AU melakukan patroli di perbatasan, Malaysia mengerahkan 3 jet tempur F5E Tiger untuk mengusir Bronco. Angkatan Laut Malaysia juga melakukan manuver dan provokasi berkali-kali di mercusuar Karang Unarang. Yang paling menyesakkan adalah ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melakukan kunjungan ke Karang Unarang dengan KRI Untung Suropati 372 tiba-tiba melintas rendah pesawat patroli Malaysia diatas konvoi beberapa KRI. Beberapa insiden pelecehan inilah yang kemudian menyadarkan pemerintahan presiden SBY untuk memperkuat TNI dengan program strategis MEF (minimum essential force) mulai tahun 2010. Termasuk mengantisipasi dinamika Laut China Selatan (LCS) yang mulai beriak.

Saat ini kekuatan militer Indonesia sudah jauh mengungguli kekuatan militer Malaysia di semua matra. Program MEF selama 15 tahun ini mampu mengangkat dan menguatkan postur militer Indonesia. Termasuk membangun industri pertahanan dalam negeri. Sementara program penguatan militer Malaysia justru stagnan selama sepuluh tahun terakhir karena pemerintahan yang tidak stabil. Apalagi kita sudah memiliki pangkalan militer trimatra di Natuna. Andai saja terjadi konflik terbuka dengan Malaysia di Ambalat, pangkalan militer Natuna diniscayakan mampu memblokade jalur militer Malaysia dari Semenanjung ke Sabah. Uniknya Malaysia ini, Semenanjung dengan Sabah dan Sarawak dipisah LCS. Adanya klaim nine dash line China dan kepulauan Natuna Indonesia membuat Malaysia Barat dan Malaysia Timur benar-benar terputus secara geografi. 

ZEE bukanlah kedaulatan teritori. Tetapi hak berdaulat negara kepulauan dan negara pantai untuk mengeksplorasi dan mengeksploitasi sumber daya alam didalamnya. Dalam radius 200 mil perairan dari pantai air surut pulau terjauh sebuah negara. Keputusan bersama Indonesia-Malaysia untuk kerjasama eksplorasi dan eksploitasi sumber daya energi tak terbarukan di Blok ND-6 dan ND-7 Ambalat yang menjadi sengketa, menjadi terobosan diplomatik simpatik. Meski tetap harus berhati-hati. Kesepakatan ini berarti kedua negara lebih mengutamakan azas manfaat, simbiosis mutualistis pragmatis. Dalam ruang yang lebih luas bagaimanapun Indonesia dan Malaysia bertetangga seumur hidup karena takdir sejarah. Dengan banyak persamaan diantara keduanya, termasuk kultur dan nasab orang-orang Malaysia. Sementara penyelesaian sengketa memerlukan waktu puluhan tahun. Sekarang saja sengketa sudah berlangsung lebih dua puluh tahun. Tidak ada kemajuan apapun. Konflik berkepanjangan tentu kontra produktif bagi kedua negara.

Kesepakatan ini menjadi kredit poin untuk Anwar Ibrahim di pemerintahannya. Termasuk dalam penguatan posisi politiknya yang mendapat dukungan penuh Yang Dipertuan Agong Malaysia. Seperti kita ketahui Anwar menjadi PM Malaysia karena mendapat restu total dari Raja Malaysia ditengah koalisinya yang rapuh. Karena sebelumnya roda pemerintahan di Malaysia tidak stabil dengan seringnya terjadi pergantian PM. Penyebabnya koalisi partai politik yang "mudah mutung", transaksional dan saling menjatuhkan. Malaysia dibawah kepemimpinan Anwar Ibrahim saat ini bisa merajut kembali penguatan militer Malaysia yang stagnan selama 1 dekade. Pembangunan kapal perang Maharajalela Class dapat berlanjut setelah terkatung-katung selama 10 tahun. Juga penguatan AU Malaysia mulai menampakkan jalan terang dengan pembelian jet tempur ringan dari Korsel Fa50. Sementara proses akuisisi 30 jet tempur Super Hornet bekas pakai Kuwait sudah menunjukkan kemajuan karena ada persetujuan dari AS.

Detente di Ambalat sebangun dengan detente di LCS antara Indonesia dengan China yang sudah lebih dulu berjalan. Semuanya untuk membangun kerjasama eksplorasi dan eksploitasi. Sekaligus membangunkembangkan saling percaya secara bilateral. Sembari tentunya terus melakukan upaya-upaya diplomatik untuk penyelesaian win-win solution. Dan itu memerlukan durasi to be continued. Jalan tengah dengan kerjasama untuk kepentingan bersama  dan manfaat bersama adalah momentum penggunaan waktu. Agar tidak tersita manakala sumber daya energi fosil semakin terbatas. Pilihan Indonesia untuk bekerjasama dengan Malaysia di Ambalat adalah langkah pragmatis. Sekaligus bermanfaat mendinginkan suhu permusuhan yang berlebihan. Karena ini tidak menyentuh wilayah teritorial kedaulatan. Konflik bersenjata Rusia-Ukraina, India-Pakistan, Iran-Israel, Thailand-Kamboja menghasilkan kehancuran dan tidak menyelesaikan masalah.

Pengalaman bertetangga ketika alutsista kita belum memadai adalah pelajaran berharga. Kalau militer kita tidak kuat, negara lain mudah melecehkan. Oleh karena itulah kita bangkit dan berlari mengejar ketertinggalan. Indonesia sudah dan sedang melakukan penguatan alutsista teknologi terkini. Bahkan saat ini penguatan alutsista kita semakin total football dan extra orfinary. Semua ini dilakukan karena kita memiliki wilayah laut dan darat yang luas dan sangat kaya sumber daya alam. Investasi pertahanan adalah upaya untuk menjamin kepastian perlindungan sumber daya alam, kesejahteraan rakyat dan eksistensi bangsa. Beragam jenis investasi alutsista sudah banyak yang datang. Masih banyak yang segera datang seperti 42 jet tempur Rafale, 2 heavy fregate Brawijaya Class, 2 heavy fregate Merah Putih, 2 kapal OPV, 1 kapal intelijen bawah air, 24 radar GCI, 2 pesawat A400M. Dan masih banyak yang lain

Detente di Ambalat dan LCS menjadi catatan diplomatik "wasathiyah", moderasi dan mengambil jalan tengah untuk keadilan bersama. Lebih mengutamakan azas manfaat dan pragmatis. Pada saat yang sama dan seiring azas manfaat, kita tetap melanjutkan perundingan untuk memastikan penyelesaian sengketa. Peredaan ketegangan merupakan bagian dari relaksasi diplomatik yang memang diperlukan. Karena semua sengketa atau klaim tumpang tindih antar negara tidak dapat diselesaikan dengan konfrontasi. Harus dengan perundingan, dan itu memerlukan waktu puluhan tahun. Bahkan sengketa Kashmir antara India-Pakistan seusia dengan umur eksistensi kedua negara. Dan ribut terus. Mengelola bersama sumber daya ekonomi di wilayah sengketa kedua negara, Indonesia dan Malaysia adalah simbol persahabatan dua negeri nusantara. Meski bersengketa tetap mengedepankan semangat kerjasama untuk kemashlahatan bersama.

****

Jagarin Pane / 28 Juni 2025


Sunday, June 8, 2025

Mengukur Posisi Geopolitik Indonesia di LCS

Seperti berbalas pantun. Pernyataan Menteri Pertahanan AS Pete Hegseth  dalam forum pertahanan tahunan terbesar di Asia, Dialog Shangri-La di Singapura tanggal 30 Mei sampai dengan 1Juni 2025 terkesan vulgar dan memaksa. Dia mengajak seluruh sekutu dan mitra strategis AS di Indo Pasifik memperkuat pertahanan, menjalin kerjasama militer, menaikkan anggaran pertahanan dan membeli alutsista dari AS. Karena China yang hegemonik, katanya, dengan pembangunan kekuatan militernya telah menjadi ancaman dan berusaha mengubah status quo di Indo Pasifik. Pernyataan lugas ini kemudian disambut hangat Indonesia dengan pernyataan Kapuspen TNI Mayjen TNI H.Kristomei Sianturi S.Sos, M.Si (Han) dua hari kemudian. Dengan tegas dikatakan bahwa China bukan ancaman bagi Indonesia.

Menhan AS ini gaya komunikasinya mirip atasan langsungnya Donald Trump. Ingin mengajak negara-negara di kawasan Indo Pasifik merapatkan barisan dengan satu komando dan satu musuh bersama yaitu China. Pete Hegseth dengan jelas menyampaikan informasi bahwa China akan menyerbu Taiwan pada tahun 2027. Inilah yang kita sebut bahasa proxy war dengan mengajak negara-negara Indo Pasifik mengikuti arahan dan instruksi sang adidaya. Memframing sedemikian rupa untuk menjadikan China sebagai common enemy. China dengan tegas membantah framing Pentagon dan mengatakan bahwa AS sebagai pemegang hegemoni berupaya menciptakan kekisruhan di kawasan Indo Pasifik dari suasana damai yang sudah tercipta sejak lama. Di forum Shangri-La ini yang juga nama sebuah hotel megah, Menteri Pertahanan China tidak hadir. Juga Menteri Pertahanan Indonesia diwakili Wamen Marsekal Madya (Purn) Donny Ermawan Taufanto M.D.S., M.S.P.

Pernyataan berbalas pantun dari Mayjen Sianturi patut kita apresiasi. Sekaligus menegaskan posisi geopolitik Indonesia yang selalu ingin proporsional dan obyektif untuk kepentingan nasional. Kita mengetahui sejauh ini klaim nine dash line China di Laut China Selatan (LCS) tidak menyentuh perairan teritorial Indonesia di kepulauan Natuna. Berbeda dengan negara ASEAN lainnya yang memperebutkan pulau-pulau karang atol Spratly dan Paracel. Persinggungan nine dash line China ada di zona ekonomi eksklusif (ZEE) 200 mil Laut Natuna Utara. ZEE adalah produk Konvensi Hukum Laut Internasional UNCLOS 1982. ZEE bukanlah perairan kedaulatan teritorial 12 mil laut dari pantai. ZEE adalah hak berdaulat untuk memanfaatkan sumber daya alam di perairan tersebut.

Dalam pandangan kita posisi geopolitik Indonesia di LCS bagaimanapun harus tetap mengedepankan azas proporsionalitas yang sepadan. Karena Indonesia tidak berkonflik teritorial dengan China.  Kita masih ingat ketika Presiden Prabowo baru dilantik, negara pertama yang dikunjungi adalah China. Bersama Presiden Cina Xi Jinping kedua pemimpin membuat kesepakatan bilateral yang mengejutkan. Isinya kurang lebih ZEE dapat menjadi ruang kerjasama yang saling menguntungkan antara Indonesia dan China. Kesepakatan ini juga dalam rangka menurunkan tensi ketegangan (detente) di LCS. Menjaga keseimbangan hubungan di halaman depan rumah kita yang strategis ini perlu kecerdasan diplomatik termasuk merespon proxy war dari pemegang sabuk hegemoni dunia saat ini.

Dalam dinamika "ngeri-ngeri sedap" ini Kementerian Pertahanan tentu sudah memahami peta cuaca ekstrim yang kemungkinan bisa terjadi setiap saat. Dua peristiwa "mendadak perang" yaitu pertempuran kilat antara India-Pakistan dan Thailand-Kamboja memberikan warning tegas bahwa Indonesia perlu mempercepat perkuatan militernya. Indonesia membutuhkan segera pesawat airborne early warning and control (AEW&C), pertambahan kapal selam, kapal heavy frigate, jet tempur, radar, berbagai jenis drone bersenjata, peluru kendali balistik, coastal missile, air defence system dan lain-lain. Semuanya harus berada dalam interoperability system yang disebut network centric warfare. Kesannya kok banyak banget ya. Karena memang sampai saat ini kekuatan alutsista kita belum proporsional dengan luasnya wilayah negeri ini. Kita harus berlari cepat untuk mengejar ketertinggalan ini. 

Bukankah filosofi Si Vis Pacem Para Bellum yang bermakna, jika ingin damai bersiaplah untuk perang, bisa menjadi refleksi bersama. Dengan memperkuat manajemen pertahanan, pihak yang mengajak tarung jadi "mikir dewe", ukur kekuatan juga. Dengan kecerdasan diplomatik, bersama diplomasi militer dan show of force konflik bisa diminimalisir. Contohnya sudah ada. Pertempuran India-Pakistan yang sengit itu hanya berlangsung singkat meski kedua negara memiliki persenjataan canggih termasuk bom nuklir. Masing-masing pihak tentu mengukur kekuatan. Mau tijitibeh (mati siji mati kabeh) atau urip bebarengan. Harus kita pahami bersama bahwa investasi pertahanan untuk membentuk kekuatan pertahanan yang berkelas tujuannya adalah sebagai payung pelindung pertumbuhan kekuatan ekonomi kesejahteraan dan eksistensi negeri. Termasuk bargaining politik luar negeri.

Posisi geopolitik Indonesia yang strategis di kawasan ASEAN dan Indo Pasifik mengharuskan negeri kepulauan ini punya kemampuan melakukan diplomasi cerdas dan lincah dengan dukungan kekuatan militer yang proporsional. Sementara saat ini kekuatan militer Indonesia belum sampai pada sebutan proporsional yang sebanding dengan luas wilayahnya. Maka apa yang dilakukan Kementerian Pertahanan saat ini adalah sebuah upaya extra ordinary, upaya percepatan. Dalam rangka melaksanakan salah satu Asta Cita Presiden yaitu memantapkan sistem pertahanan dan keamanan negara. Penjabarannya adalah memperkuat manajemen pertahanan republik, termasuk mengembangkuatkan industri pertahanan nasional. Juga percepatan pengadaan berbagai jenis alutsista canggih produk industri pertahanan nasional dan dari berbagai negara. Karena dinamika kawasan yang sudah demam berkepanjangan ini,  maka program percepatan pemenuhan investasi pertahanan adalah sebuah keniscayaan.

Kita bukan sekutu AS. Meski begitu AS selalu berupaya untuk memasukkan Indonesia sebagai lapisan kedua yang disebut mitra strategis komprehensif. Namanya sih keren namun tetap saja statusnya ada di lapis kedua. Baris pertama sekutu AS di Indo Pasifik adalah Jepang, Korsel, Taiwan, Singapura, Australia dan Filipina. Sebagai mitra strategis komprehensif Jakarta tidak harus seia sekata alias manut dengan keinginan Washington. Kita punya hubungan baik dengan China, Korea Utara dan Rusia. Kita tidak berkonflik teritorial dengan China. Kerjasama ekonomi dan investasi dengan China sudah berjalan dengan simbiosis mutualistis. Maka pernyataan Kapuspen TNI yang menyatakan China bukan ancaman bagi Indonesia, benar adanya. Ojo grusa grusu njih Pakde Sam.

****

Jagarin Pane / 8 Juni 2025


Tuesday, May 27, 2025

Sketsa Wajah Pertahanan Indonesia Tahun 2030

Pembangunan kekuatan pertahanan berbasis teknologi adalah bagian dari upaya yang terus menerus dilakukan setiap negara. Dinamika kawasan di berbagai belahan bumi bulat bundar ini sangat berpotensi menjadi hot spot yang saling melumat. Perang Rusia-Ukraina dengan durasi menahun terbukti menjadi palagan paling mematikan dan menghancurkan. Pengeboman Gaza oleh Israel menjadi tragedi kemanusiaan paling kejam sepanjang sejarah sejak perang dunia kedua berakhir. Perang kilat 2 hari antara dua negara musuh bebuyutan satu rumpun beda agama mampu mencengangkan dunia. India dan Pakistan baru saja menampilkan model pertempuran berbasis teknologi network centric warfare (NCW). Kemudian soal de facto Taiwan, klaim nine dash line Laut China Selatan (LCS),  klaim Greenland dan konflik Iran-Israel adalah "wajah bisul gunung berapi dunia". Setiap saat bisa meletus dahsyat dan menghanguskan peradaban dunia.

Pemikir strategis pertahanan dan pengambil keputusan di setiap negara pasti sudah mengamati dan menganalisis semua dinamika konflik antar bangsa ini. Termasuk benchmark pertempuran terkini antara India dan Pakistan. Tidak terkecuali Indonesia. Pemerintah sudah dan sedang bergegas untuk menyiapkan kekuatan payung pertahanan berbasis teknologi. Gambaran untuk melihat sketsa wajah pertahanan kita tahun 2030 bisa terlihat dari berbagai program percepatan dan extra ordinary pengadaan alutsista oleh pemerintah bersama DPR. Kementerian pertahanan bergerak cepat dan cerdas untuk melakukan pengadaan berbagai jenis alutsista seluruh matra TNI. Salah satu alutsista strategis yang cepat saji adalah pengadaan kapal perang setara heavy frigate PPA Fincantieri Italia. 2 kapal perang yang baru selesai dibangun untuk AL Italia ini, kita beli.

Untuk matra laut yang sudah pasti ada tambahan 4 kapal perang heavy frigate (Merah Putih dan Brawijaya Class). Prediksi kita masih ada tambahan 4 KRI heavy frigate lagi untuk menguatkan armada tempur tahun 2030. Bisa jadi memakai pola "beli jadi" seperti PPA Fincantieri untuk percepatannya. Termasuk potensi pembelian kapal induk bekas untuk pangkalan drone dari Italia atau pembuatan LHD di PT PAL yang difungsikan sebagai pangkalan drone. Sementara saat ini pesanan 2 Kapal cepat rudal 70 meter sedang dibuat di Turkiye untuk TNI AL. Di Jerman sedang ada pengisian jeroan teknologi untuk kapal perang intelijen bawah air. Kapalnya dibuat di Indonesia, Instalasi infrastruktur teknologinya di Jerman. Di galangan swasta nasional juga ada beberapa penyelesaian pembangunan kapal perang, mulai dari jenis KPC, KCR, Korvet. Masing-masing berjalan on progress. Sementara penambahan kapal selam prediksinya bisa dari lanjutan Nagapasa Batch 2 membangun 3 kapal selam kerjasama dengan Korsel. Paralel dengan pembangunan 2 kapal selam serbu yang digadang-gadang Scorpene Perancis.

Matra udara bersiap menyambut kedatangan 42 jet tempur Rafale ketika nama ini sedang tidak baik-baik saja akibat pertempuran India - Pakistan. Dalam pandangan kita manajemen pertempuran udara modern tidak melulu mengunggulkan teknologi jet tempur tok. Tapi harus dilihat dalam berbagai aspek seperti pilot skill, interoperability dan ketersediaan NCW. Salah satu penentu air superiority adalah kemampuan pesawat AEW&C (Airborne Early Warning and Control) dalam sistem NCW. Pesawat peringatan dini seperti Boeing Wedgetail punya daya cium dan endus lebih 500 km. Jadi berlaku hukum sebab akibat, "first kiss first kill". Dengan benchmark pertempuran udara India-Pakistan ini selayaknya pengadaan minimal 3 unit pesawat AEW&C untuk TNI AU perlu langkah percepatan, extra ordinary. 

Sembari menunggu Rafale, kementerian pertahanan kembali menghidupkan kontrak untuk pengadaan 6 jet tempur Sukhoi SU35 dan 12 jet tempur Mirage dari Qatar. Keduanya sempat tertunda dengan segala dinamikanya. Juga akan datang pesanan 2 pesawat tanker Airbus A400M dan 2 pesawat angkut berat A330 MRTT. Akan datang juga 6 jet latih tempur T50 buatan Korsel untuk melengkapi 13 unit T50 yang sudah ada. Proses negosiasi pengadaan 24 jet tempur F15 Id masih terus berlanjut. Jika semuanya berjalan mulus, maka sketsa wajah tentara langit kita terlihat semakin mekar menuju gahar di tahun 2030. Termasuk kemungkinan perolehan 36 jet tempur KFX/IFX dan adanya penambahan kekuatan 25 unit radar GCI. Sementara matra darat bersiap menunggu kedatangan 22 helikopter Black Hawk dari AS dan sistem peluru kendali balistik Khan dari Turkiye. Yang menarik, ratusan drone bersenjata berbagai jenis yang dipesan untuk 3 matra TNI, pemasoknya adalah Turkiye. Luar biasa.

Perlu dicatat bahwa untuk pencapaian pertumbuhan ekonomi dan pertahanan, kita harus memiliki kekuatan manajemen pemerintahan dan leadership yang tegas. Strong government adalah sebuah keniscayaan manakala kita ingin fokus untuk menguatkan pertumbuhan ekonomi dan pertahanan. Ada banyak contoh tentang pemerintahan yang kuat, baik secara sistem maupun figur leadership. Contohnya Amerika Serikat, Rusia, China, India, Vietnam, Turkiye. Ada banyak bukti tentang keunggulan negara-negara ini. Vietnam maju pesat dengan pertumbuhan ekonomi tahun 2024 sebesar 7,04 % jauh diatas Indonesia yang tumbuh 5,03%. Rusia tetap segar dan menjadi pengendali pertempuran dengan Ukraina. Industri pertahanan Turkiye maju pesat. China tidak perlu dijelaskan lagi, apalagi si Paman Sam.

Saat ini banyak negara dengan strong government baik berkarakter demokrasi maupun kerajaan mampu menguatkan pertumbuhan ekonomi dan pertahanannya. Seperti di jazirah Arab. Hampir semua negara di jazirah Arab saat ini menjadi pusat pertumbuhan ekonomi dan pertahanan yang kuat. Kita lihat Arab Saudi, Qatar, UEA, Kuwait, Bahrain sudah menjelma menjadi negara maju sejahtera dan memilki manajemen pertahanan yang canggih. Arab Saudi bahkan berinvestasi ke AS sebesar US$ 600 milyar. Dan belanja alutsista buatan AS sebesar US$ 142 milyar. Fantastis banget. Qatar menghadiahkan pesawat boeing mewah untuk kepresidensn AS. Donald Trump sumringah sukses berkunjung ke kawasan jazirah Arab belum lama ini.

Indonesia saat ini dalam perspektif kita memiliki strong government dan leadership yang tegas. Karya pemerintahan saat ini salah satu yang sudah memberikan hasil gemilang adalah kemampuan kita untuk berswasembada beras. Bahkan produksi beras kita adalah yang terbesar melebihi kebutuhan nasional. Ini sebuah prestasi cum laude. Rencana besar lainnya yaitu swasembada pangan dan swasembada energi. Juga program efisiensi anggaran dan pemberantasan korupsi adalah bagian dari upaya manajemen pemerintahan Prabowo untuk mengelola keuangan negara sesuai harapan rakyat. Sebagai negara besar Indonesia terus bergerak menuju negara maju. Saat ini kekuatan ekonomi kita ada di urutan 16 besar dunia dan kekuatan pertahanan ada di ranking 13 besar dunia. Dengan berbagai ragam kebhinekaan yang dimiliki baik suku, agama, dan budaya, ketahanan nasional Indonesia tidak lepas dari ujian kohesivitas dan sinergitas.

Ujian yang kita jalani saat ini adalah adanya sinyalemen campur tangan proxy war untuk menguji daya tahan, kekuatan kohesivitas dan sinergitas anak bangsa. Ada dua tema besar yang bergulir deras menjadi palagan framing adu domba. Yaitu  soal Nasab Habib dan Ijazah Presiden ke 7. Daya gempur "alutsista" framing membombardir dahsyat di kedua medan pertempuran narasi ini. Dampaknya adalah menguatnya polarisasi dan friksi di kawasan grass root. Dari sudut pandang kita, permusuhan proxy war sesama anak negeri perlu diwaspadai dan harus menjadi perhatian serius bersama karena bisa menjadi embrio perpecahan horizontal.

Indonesia akan terus bergerak maju membangun kekuatan ekonomi krsejahteraan dan pertahanan yang seiring sejalan. Kita meyakini dengan strong government dan leadership yang tegas, republik ini akan mampu menjadi negara maju sejahtera. Dan memiliki kekuatan pertahanan proporsional yang sebanding dengan luas wilayah. Investasi pertahanan sejatinya adalah untuk memberikan jaminan eksistensi, marwah dan kelangsungan perjalanan bangsa besar ini. Sketsa wajah pertahanan kita tahun 2030 akan memberikan persepsi dan perspektif yang mencerahkan. Mari bergegas menyongsong horizon 2030 dengan menguatkan kohesivitas dan sinergitas sesama anak bangsa. Inilah Republik Indonesia.

****

Jagarin Pane / 26 Mei 2025


Saturday, April 19, 2025

Bukan Show Room Atau Show Of Force

Kabar beruntun sebagai ungkapan "merpati tidak pernah ingkar janji", minggu-minggu ini adalah tindak lanjut 2 memorandum of understanding (MOU) menjadi realisasi. Meski belum diumumkan secara resmi namun sudah bocor halus di kalangan forum militer tanah air. Yaitu realisasi pengadaan jet tempur Sukhoi SU35 dari Rusia dan jet tempur Mirage 2000-5 ex Qatar. Kemudian edisi berita terkini adalah  kehadiran petinggi Boeing di Jakarta untuk upaya realisasi pembelian jet tempur canggih F15 Id dari AS. Ini juga sudah ada MOUnya sejak tahun 2023. Jadi ada tambahan beberapa merek alutsista strategis jet tempur yang akan menjadi aset investasi pertahanan Indonesia.

Seperti biasa selalu ada berbagai tanggapan, pernyataan dan pertanyaan dari netizen forum militer tanah air. Maklumlah kita berada di era medsos, literasi dan narasi digital. Salah satunya mengapa kita membeli banyak merek alutsista jet tempur. Bukankah sudah ada jet tempur F16, Hawk, Sukhoi, T50 dan Rafale. Mengapa tidak F16 saja yang kuantitasnya ditambah dan di upgrade. Atau Rafalenya yang ditambah. Bukankah membeli banyak merek akan menimbulkan kendala soal maintenance.Termasuk ketersediaan dan kesiapan pilot serta ekosistem teknisi jika berbeda "kurikulum merek".

Yang harus dipahami, secara kuantitas kita masih kekurangan jet tempur untuk negeri kepulauan ini yang luasnya setara dengan benua Eropa. Saat ini TNI AU punya aset alutsista pemukul 16 jet tempur Sukhoi, 33 jet tempur F16, 30 jet tempur Hawk, 13 jet tempur T50 dan 13 pesawat counter insurgency  Super Tucano. Dan yang sedang dinanti kedatangannya adalah 42 jet tempur Rafale edisi mutakhir. Untuk mencukupi kekuatan standar yang berkorelasi dengan luas wilayah teritori dan dinamika kawasan, Indonesia masih membutuhkan puluhan jet tempur dengan kekuatan minimal 12 skuadron tempur.

Soal banyaknya merek tidak lantas kemudian menjadi sebuah sebutan sebagai show room alutsista atau show of force. Pengalaman embargo after insiden Santa Cruz Timor Leste memberikan pelajaran dan pengalaman pahit ketika bergantung pada satu merek, satu pabrikan dan satu negara. TNI AU waktu itu punya 12 jet tempur F16 fighting falcon dari AS. Embargo suku cadang membuat elang penempur nelongso. Hanya 3 unit yang siap terbang ala kadarnya. Kemudian 3 Juli tahun 2003 terjadi insiden Bawean dengan show of force 5 jet tempur F18 Hornet dari kapal induk AS USS Carl Vinson yang melintas di Laut Jawa menuju Darwin. TNI AU kemudian mengerahkan 2 jet tempur F16 untuk mengingatkan manuver F18 membahayakan penerbangan sipil dari dan ke Juanda Surabaya. 

Embargo dan insiden ini kemudian yang menjadi pemicu pembelian 4 jet tempur Sukhoi dalam program cepat saji pemerintahan Megawati. Hanya dalam hitungan bulan barang harus sudah sampai. Agar bisa tampil dalam HUT TNI tahun 2004. Dalam bahasa militer show of force 5 Hornet US Navy merupakan simbol ejekan dan pelecehan teritori. Kemudian Indonesia membalasnya dengan bahasa militer juga. Membeli jet tempur Sukhoi dari Rusia. 4 jet tempur ini kemudian tampil dalam perayaan HUT TNI 5 Oktober 2004.

Soal embargo ini memang menyakitkan. Termasuk ketika 4 jet tempur Hawk yang dibawa pilot Inggris secara ferry. Ketika sampai di Bangkok ditinggal begitu saja oleh pilotnya. Padahal hanya selangkah lagi sampai di Medan. Indonesia membeli 40 jet tempur Hawk dari BAE System Inggris. Ini adalah sebuah pertolongan untuk sebuah perusahaan Inggris BAE System yang hampir bangkrut waktu itu. Embargo yang diperlihatkam Inggris terhadap proses pengadaan alutsista yang sedang berlangsung adalah cermin arogansi dan dominasi London. Juga ketika TNI AD menggunakan tank Scorpion dan jet tempur Hawk di Aceh tahun 2003 ternyata tidak diperbolehkan oleh negara pembuatnya, Inggris. Keterlaluan.

Realisasi pembelian 12 jet tempur Mirage ex Qatar adalah tindak lanjut kesepakatan MOU dan bagian dari kesepakatan investasi Qatar di Indonesia sebesar US$ 2 milyar. Tetangga Qatar, Uni Emirat Arab bahkan sudah kontrak efektif pembuatan kapal perang jenis landing platform dock (LPD) 163 meter ke PT PAL Indonesia. Nilai kontraknya US$ 408 juta. Qatar dan UEA adalah mitra strategis Indonesia. Sementara itu realisasi pembelian 6 jet tempur Sukhoi SU35 sebenarnya adalah pembelian yang tertunda. Menjelang kontrak efektif 11 unit SU35 tahun 2018, tiba-tiba ada ancaman UU CAATSA dari AS yang sedang marah dengan Rusia. Sebagai akibat pencaplokan Semenanjung Crimea milik Ukraina. Sebanyak 6 unit SU35 ini akan memperkuat Skuadron Sukhoi di Makassar yang juga menjadi payung pertahanan IKN.

Demikian juga dengan realisasi pembelian jet tempur canggih F15 Id dari AS. Pada MOU tahun 2023 Indonesia berencana membeli 24 jet tempur twin engine ini. Jika dalam realisasi nanti kita hanya membeli 16 unit untuk satu skuadron, sudah sangat membantu dan menjadi satu keputusan yang tepat. Terutama untuk ketersediaan anggaran. Pembelian jet tempur F15 Id juga menjadi salah satu opsi untuk menyeimbangkan neraca perdagangan Indonesia AS yang surplus terus puluhan tahun untuk Indonesia. Untuk tahun 2024 surplus untuk Indonesia ke AS sebesar US$16,84 milyar. Sekilas info, beberapa jenis alutsista yang sudah dan sedang dibeli Indonesia adalah 8 helikopter Apache, 5 pesawat Super Hercuĺes dan 22 helikopter Black Hawk.

Penambahan aset alutsista sebagai investasi pertahanan negeri ini semuanya adalah untuk mengejar ketertinggalan menuju kesetaraan. Kekuatan pertahanan mutlak kita perkuat sebagai pengawal kekuatan ekonomi dan eksistensi negeri. Indonesia masih membutuhkan berbagai jenis alutsista striking force seperti jet tempur, drone bersenjata, radar, kapal perang, kapal selam, peluru kendali. Pengadaan  berbagai merek alutsista adalah dalam upaya meminimalisir embargo, adanya kesepakatan imbal dagang, kesepakatan investasi dan penguasaan teknologi. Kalau disebut menjadi show room alutsista tidak juga. Kan nanti ada alutsista yang harus pensiun. Apalagi disebut show of force, belum waktunya. Karena sesungguhnya kekuatan alutsista kita saat ini belum sampai pada kriteria standar apalagi gahar. Kita baru menuju ke kekuatan kriteria standar.

****

Jagarin Pane / 19 April 2025